Sejarah telah mencatat bahwa di awal abad ke-20 dengan susah payah
memanjat tebing dan jurang; menelusuri sungai, menuruni lembah yang
dalam, mendakit bukit yang tajam bahkan memanjat gunung yang tinggi
berhutan belantara berisiko tinggi berhari-hari lamanya, tiada hari
tanpa rintangan. Dengan dasar nekat untuk menguasai, akhirnya pada
sekitar tahun 1907 Pemerintah Belanda mencapai puncak cita-cita
perjuangannya sampai ke pelosok terpencil, dengan menemukan suatu
wilayah pegunungan indah dengan lembah-lembah raksasanya penuh harapan
kehidupan untuk lahan penjajahan yang kemudian daerah itu dikenal dengan
wilayah “Pitu Ulunna Salu” (tujuh hulu sungai).
Nama Mamasa sebenarnya berasal dari nama “mamase”, yang berarti tanah
yang penuh kasih. Nama ini diberikan oleh Nenek Dettumanan, sebab
setiap ia datang berburu di lembah itu, selalu pulang dengan hasil
buruan yang melimpah seperti anoa dan ikan di sungai tersebut. Sehingga
ia member nama “lembang mamase” yang berarti “lembah yang pengasih”
Menurut cerita, pada suatu hari datanglah sebuah keluarga yang
terdiri dari sepasang suami-istri. Dia adalah Gualipadang, anak dari
Sabalima dari Koa atau Tabang. Mereka tinggal di pinggir sungai (kini
disebut Salu Kuse dekat kampung Rantebuda sekarang ini). Kedatangannya
secara diam-diam dan tersembunyi, tanpa seijin Dettumanan di Tabulahan
sebagai penguasa lembah Mamasa pada waktu itu. Pada suatu hari
Dettumanan pergi berburu, sampai di puncak gunung Mambulilling.
Sesampainya di Mambulilling, terlihat olehnya kepulan asap api di dekat
sungai Mamasa. Ia lalu semakin mendekat ke tempat asap itu, idapatinya
sebuah pondok yang didiami oleh Gualipadang bersama istrinya di dekat
sungai Mamasa. Nenek Dettumana marah dan mengusir Gualipadang bersama
istrinya. Namun Gualipadang berkeras tidak ingin meninggalkan tempat
tinggalnya itu. Kemudian Dettumana mengutuk Gualipadang bersama
istrinya.
“Jangan kamu harap akan memperoleh berkat pada
tempat ini, karena tempat yang kamu huni ini adalah tanah kepunyaanku
dan kamu mendiaminya tanpa sepengetahuan saya. Anakmu nanti akan menjadi
makanan binatang penghuni hutan ini,tanaman padimu akan tumbuh menjadi
alang-alang, tanaman jagungmu akan menjadi pimping (tille), buah labumu
akan berubah menjadi batu dan kamu akan menderita di lembah milikku
ini”.
Lalu Dettumana menonggalkan mereka dan kembali ke Tabulahan dengan penuh amarah.
Beberapa bulan kemudian setelah kejadian itu, istri Gualipadang hamil
dan melahirkan seoarng anak laki-laki. Tetapi ketika anak itu mulai
tumbuh besar, tiba-tiba datanglah seekor Kus-kus (kuse) lalu menerkam
anak itu, lalu dibawa ke atas pohon hendak dimakannya. Segala kutukan
nenek Dettumanan, satu persatu mulai muncul sebagai malapetaka buat
keluarga Gualipadang. Karena sudah tidak tahan tinggal di sana, mereka
lalu kembaki ke Koa (Tabang) untuk menyampaikan kepada orangtuanya.
Orangtuanya kemudian memberi nasehat bahwa pergilah berburu dan semua
hasil buruanmu akan dibawa ke Tabulahan dan diberikan kepada Nenek
Dettumanan. Orangtua Gualipadang kemudian mempersiapkan dua kantong
jagung goring tumbuk disertai daging kering babi dan anoa. Maksudnya
agar setibanya di Tabulahan dengan hasil buruannya, tidak akan mau
memakan makanan yang disajikan oleh Nenek Dettumanan kepadanya, tetapi
akan memakan bekal dari orangtuanya, agar Nenek Dettumanan berbelas
kasihan kepadanya dan memberikan lembah Mamasa kepada Gualipadang.
Gualipadang kemudian berangkat ke hutan untuk berburu dengan beberapa
hambanya. Setelah mendapatkan hasil buruan, kemudian mereka melanjutkan
perjalanan ke Tabulahan. Setibanya di Tabulahan, Nenek Dettumanan pergi
ke kebun untuk menghindar pertemuan dengan Gualipadang. Setiap kali
istri Dettumanan memberikan makanan pada Gualipadang, Gualipadang tidak
memakannya. Istri Dettumanan berfikir jangan-jangan Gualipadang akan
mati kelaparan di tangan Istri Dettumanan. Apalagi kelihatannya
Gualipadang dalam keadaan sakit parah. Istri Dettumanan segera berangkat
memanggil suaminya dan menyampaikan bahwa Gualipadang terancam akan
meninggal dunia di rumahnya. Dettumanan bersama istrinya kemudian
kembali ke rumahnya, sementara didapati Gualipadang pura-pura sakit
keras yang tinggal menunggu ajalnya.
“Biarlah engkau mati, saya tidak merasa sangat rugi bila kupotongkan
10 ekor kerbau, karena engkau amat kurang beradat, berani menduduki
tanah ini tanpa seizing saya”, kata Dettumanan dengan nada jengkel.
Semakin dia dimarahi, Gualipadang semakin merendah diri dihadapannya.
“Jika betul-betul engkau mau tinggal di tanah milikku, maka maukah
engkau menuruti janji yang akan engkau pertanggungjawabkan?”, Dettumanan
melanjutkan.
“Asal kami diberi izin untuk tinggal di tempat ini kami akan menerima perjanjian itu walaupun berat”, jawab Gualipadang.
“Kalau begitu kamu pulang saja dan saya akan menyusul”, kata Dettumana lagi.
Kemudian Dettumanan menyusul setelah beberapa hari. Setibanya di
lembah Mamasa, dia membuat satu syarat perjanjian sebagai berikut:
1. Maukah engkau menghuni tanah ini dibawah pengawasan Tabulahan?
2. Maukah engkau memberikan nasi yanh telah masak ataupun padi yang
sedang disimpan diatas lubungmu nanti, aku akan ambil sebagian bila aku
datang di tanah ini?
3. Maukah engkau rumahmu dibangun tidak boleh berpetak dua, dan nasi
yang telah masak dibelangamu kau angkat untuk saya makan jika aku datang
di tmpet ini?
4. Maukah engkau untuk tudak melakukan sesuatu sesuai keinginanmu, yang
bisa merusakkan tanah ini dan menjatuhkan segenap kaumku yang berdiam
didalammnya?
5. Maukah engkau menuruti segala keinginanku, baik hal yang kecil ataupun yang besar?
Lalu jawab Gualipadang, “segala perjanjianmu saya terima, sebab tanah
ini begitu luas, sebagai bentangan langit di bawah bumi luasnya.”
Maka tinggallah Gualipadang dengan istri dan keturunannya di lembah
Mamasa dengan penuh kebahagiaan tanpa ganjalan di hati mereka. Itulah
sebebnya, jika Indo Litak dari Tabulahan tiba di Mamasa, maka penduduk
lembah mamasa wajib memberikan sebagian hasil padi garapannya kepadanya
untuk dibawa ke Tabulahan, sementara penghuni lembah Mamasa wajib
menjamu atau memberi makan Indo’ Litak selama berada di lembah Mamasa
sesuai dengan perjanjian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar